This is my handIt's cold by the rain on the yellow skies
This is my eyes
Never seen the border of this world
Now it`s not my illusions
No I can`t see all my pain
Where were my tears go
This is my hands
It's cold by the rain on the yellow skies
This is my eyes
Never seen the border of this world
May let the sun goes undone
The light will blinded my cries
Confession of emptiness
So why should I release my happiness
So why should I release my emptiness
For you..(Homogenic - Confession of Emptiness)
Confession of Emptiness
Author: Rizka Sonnia Haliman /Labyrinth
Author: Rizka Sonnia Haliman /Berbulan-bulan aku aman dari masalah. Bergelung manja dalam selimut di istanaku berukuran 4 x 4.5 meter, bersembunyi dari dunia yang seharusnya ditantang. Meminimalisasi gesekan model apapun yang ada pada peradaban luar termasuk segala kontak pada orang sekitar. Berbicara seperlunya, bersosialisasi jika ada butuhnya. Sekenanya saja.
It All Ends
Author: Rizka Sonnia Haliman /Kemarin sempat beredar desas-desus bahwa ada kemungkinan film ini bakal batal diputar di Indonesia karena permasalahan pajak perfilman yang membuat kita semua terancam hanya menonton part 1-nya saja, mungkin adalah sekelumit berita gembira buat saya diantara hati yang berserakan karena kecewa. Jika memang batal diputar, mau nggak mau saya menonton part 2-nya di DVD. Dan itu artinya saya bisa menunda sampai kapanpun supaya petualangan ini tidak berakhir. Tidak ada farewell party.
Jutaan orang di dunia telah mencurahkan segala apresiasinya terhadap Harry Potter. Termasuk ada satu percakapan yang saya simak di suatu film, mungkin ini juga bentuk sang sutradara menunjukkan kecintaannya pada Harry Potter dalam film karyanya. Dia membuat suatu percakapan yang berisi, "Kemungkinan J.K Rowling sebenarnya adalah seorang penyihir betulan. Karena dia mampu membuat jutaan orang di dunia 'tersihir' sehingga tak bisa berhenti membacanya sampai akhir." Hmm... Mungkin memang ada benarnya ya.
Saya pun begitu. Tak henti-hentinya saya menujukkan apresiasi saya semenjak jatuh cinta yang tidak direncanakan itu. Saya selalu datang pertama sebelum toko buku dibuka saat peluncuran buku-buku selanjutnya dan datang di hari premiere filmnya sambil bergetar menahan tangis saking antusiasnya. Berlebihan? Mungkin. Dan ini satu-satunya hal yang bisa membuat saya seperti ini di luar hal yang berbau religius.
Siapa sangka, kecintaan saya pada Harry Potter seperti sekarang ini berawal dari keantipatian. Melihat euforia-nya yang luar biasa saat film pertama diluncurkan, justru malah membuat saya tidak tertarik. Apalagi saat kakak perempuan saya pertama kali membawa kepingan CD bajakan ber-subtitle bahasa melayu dan gambarnya yang gelap. Serius, ini membuat saya makin malas ikut menonton juga. Sekali lagi rumus cinta berlaku disini. Bahwa cinta dan benci itu bedanya begitu tipis.
Dan mungkin memang ini saatnya "semuanya berakhir". Harry Potter sendiri juga lelah dan ingin 'istirahat' setelah teror yang terus menghantuinya seumur hidup. Hidup bahagia selayaknya, di tangan para pembaca dan para penonton. Kini keputusan ada di tangan saya untuk mengikutinya sampai akhir. Tapi satu yang saya yakin, bahwa apresiasi dan kecintaan saya terhadap Harry Potter tidak ikut berakhir sampai kapanpun. Salut untuk Joanne K. Rowling.
Ironis
Author: Rizka Sonnia Haliman /Alisku tertaut menahan sakit yang tak berfisik tapi mampu membuatku serasa mati tercekik. Ironis. Hanya kata itu yang mampu kuucapkan untuk semua yang terjadi.
Titik henti #4
Author: Rizka Sonnia Haliman /Aku terdiam sendiri. Berjam-jam memandangi layar ponselku, tanpa ada satu pesan darimu yang datang. Dan inikah akhirnya...?
Ini selalu membuatku tertawa kecil. Melawan rasa yang menusuk di dada dan membuatku sejenak kehilangan nafas. Aku tahu ini bakal terjadi. Selalu tahu. Dan harusnya tetap ingat sampai beberapa menit tadi, tanpa harus membuat tanda tanya di belakang kalimat "inikah akhirnya".
Saat dimana isyarat "semua baik-baik saja" darimu adalah jawaban. Ya, isyarat yang berbeda. Semua baik-baik saja-mu berbeda dengan semua baik-baik saja milikku. Milikku yang berarti segala delusional kebersamaan kita, rasa sayang yang tetap di tempatnya meski tak lagi ada komitmen yang terbata terucap. Sementara milikmu adalah akhir dari segala rasa tanpa getaran.
Dan aku terhempas kembali di bumi realita, tersadar bahwa semuanya memang sudah tak ada. Pergi, hancur berpuing. Hanya tersisa tanah sepi di tempat seharusnya aku berada. Bukan dalam awang-awang cinta seperti dulu, membuai haru tersipu saat dawai gitar dan pita suaramu yang memanjakan seirama dengan detak jantungku ditambah kecupan sayang yang mendarat di pipi.
Ya. Semuanya disini sekarang. Aku sendiri. Tanpamu. Memang sudah seharusnya kan?
It occurred to me in the tranquility of last night
That gathering wilted petals won't make them alright
It never grew to a great size, though it was already dead to my eyes
Saying we finished a long time ago is too polite
Aku minta maaf karena aku terlalu sayang padamu....
Tidak ada yang salah dengan rasa sayang itu juga aku yang sayang padamu, jawabmu.
Dan jika kita masih bertahan dengan kondisi seperti ini, mungkin takkan ada masa depan. Terjebak dalam bayang semu, berusaha menahan laju waktu. Padahal seharusnya kita terus berjalan ke depan, dengan harapan Tuhan kan berbaik hati menaruh satu sama lain secara tiba-tiba dalam garis kehidupan untuk kembali saling mencintai lagi di masa mendatang. Juga memberi kesempatan untuk menimbuni hati yang terlanjur berlubang begitu dalam dengan rasa di keadaan yang baru. Denganmu atau sama sekali tanpamu.
Tapi aku tak mau menjadi teman. Jika memang ini akhirnya sebelum kembali bersua untuk bersama atau terpisah selamanya, berakhirlah. Biarkan waktu berjalan, tanpa harus lagi kita menoleh ke belakang.
Kucukupkan tentangmu malam ini. Dan tiada lagi lain hari.
Reunion #3
Author: Rizka Sonnia Haliman /Setelah berhari-hari mengharu biru, aku sadar bahwa mungkin ini waktunya aku maju dan tak lagi menoleh pada jejak-jejak kita yang tertinggal. Bersabar menanti atau melangkah tanpa arti menuju takdir lain yang Tuhan persiapkan untuk kita. Kita takkan pernah tahu hari esok. Dan aku yang lelah, takkan mencoba menebak-nebaknya lagi. Hancur luluh lantak atau bahagia melayang di awan akan kurasakan saat itu juga, saat ada satu cerita yang menjadi kado dalam bentang hari.
Sama seperti minggu kemarin kan? Yang datang begitu saja tanpa tertebak?
Perjanjian bertemu setelah tujuh tahun lagi yang batal. Karena kenyataannya, aku bertandang di kost teman dan kamu sudah menungguku di ujung gang. Hahaha. And you'll see me waiting for you, on the corner of the street itu pun sungguh terjadi. Tapi kamu tahu, itu bukan pertemuan yang direncanakan. Begitu gerbang terbuka, aku sudah melihatmu terlebih dulu dan berbalik secepat yang kubisa sebelum kamu melihatku. Ponselku pun mendadak berbunyi, sebuah pesan darimu muncul di depan mata. Aku sudah di depan mobilmu, di ujung gang. Oh... Aku sudah tahu, keluhku dalam hati.
Tuhan mengabulkan permintaan kita untuk bertemu dengan ketidaksengajaan! Dan itu kabar baik.
Aku tidak sengaja keluar dari gerbang saat kamu baru saja disana, menungguku diatas motor dengan terhalang portal ujung jalan. Lalu aku tidak sengaja melihatmu lebih dulu sebelum kamu mengatakannya. Dan aku tidak tahu bahwa kamu akan disitu.
Memarahimu lewat telpon karena membatalkan janji tujuh tahun kita. Cukup keras untuk kamu bisa mendengar suaraku secara langsung melalui udara selain dari receiver. Tapi kamu tidak tahu kan, bahwa aku mengintipmu diam-diam dari balik tembok?
Tapi apa iya aku harus mencukupkan diri dengan melihatmu dari jauh? Tidak! Aku memutuskan untuk menemuimu! Jujur saja, aku tak mampu menahan diri melihatmu yang biasanya hanya kulihat dalam kenangan. Dan sekarang sosok itu, disitu. Nyata. Dan aku bisa mencapainya hanya dengan beberapa langkah dan akan kupercepat dengan berlari.
Kamu tahu, setiap pertemuan adalah momen. Indah dari hiasan gugup kita dan salah tingkahnya yang mewarnai. Kita takkan tahu apakah hari ini akan datang lagi esok atau ini yang terakhir. Jadi hari ini adalah selamanya. Kumanfaatkan sebaik-baik hari pertemuan kembali ini, agar tiada penyesalan di setelahnya. Rasakan seluruh rindu yang membuncah dari hangatnya tatapan, peluk dan kecupku yang sesungguhnya. Dan aku tak lagi peduli dengan puluhan pasang mata yang menatap penuh persepsi. Aku dan kau. Kita. Disini, sekarang.
Having you close to my heart as I say a little grace
I'm thankful for this moment cause
I know that I
Grow a day older and see how this sentimental fool can be
If everything has been written down, so why worry, we say
It's you and me with a little left of sanity...
Temukan aku, di tempat itu #1
Author: Rizka Sonnia Haliman /Demi Tuhan, terlalu lama waktu 7 tahun itu. Tapi aku tak mau mengutuki waktu yang kutetapkan sendiri untuk kembali bertemu denganmu lagi. Karena memang butuh waktu yang lama kan untuk merekatkan hati yang hancur? Apalagi setelah kutemukan fakta kamu tidur dengan perempuan lain.
"I know it makes no sense, what else can I do? How could I move on, when I feeling love with you?"
"Cause if one day you wake up and find that you're missing me, and your heart starts to wonder where on this earth I could be... Thinking maybe you'll come back here to the place that we'd meet... And you'll see me waiting for you, on the corner of this street."
Salam sayang, Mawarmu
Author: Rizka Sonnia Haliman /"Kemari, bermainlah denganku," kata pangeran kecil. "Aku sangat sedih."
"Aku tidak bisa bermain denganmu," kata rubah. "Aku belum dijinakkan."
"Ah! Maafkan aku," kata pangeran kecil. Tetapi setelah berpikir beberapa saat, dia menambahkan: "Apa artinya itu— 'menjinakkan'?"
"Itu adalah tindakan yang sering diabaikan," kata rubah, "Menjinakkan artinya menjalin ikatan."
"Menjalin ikatan?"
"Begitulah," kata rubah. "Bagiku, kamu saat ini tidak lebih dari seorang bocah kecil yang sama saja dengan ribuan bocah kecil lainnya. Aku tidak membutuhkanmu. Kamu sendiri tidak membutuhkan aku. Bagimu, aku tidak lebih dari seekor rubah seperti ratusan ribu rubah lainnya. Tapi jika kamu menjinakkan aku, kita akan saling membutuhkan. Bagiku, kamu akan menjadi satu-satunya di dunia. Bagimu, aku akan menjadi satu-satunya di dunia..."
"Hidupku sangat membosankan," kata rubah. "Aku berburu ayam; manusia memburuku. Semua ayam sama saja, dan semua manusia asma saja. Dan, akibatnya, aku jadi agak bosan. Tapi jika kamu menjinakkan aku, akan terasa seolah matahari menyinari hidupku. Aku akan mengenali suara langkah yang terdengar berbeda dari semua langkah lain. Langkah-langkah lain akan mendorongku bergegas kembali ke bawah tanah. Tapi langkahmu akan memanggilku, seperti musik, keluar dari persembunyianku. Dan coba lihat: Kamu lihat ladang gandum jauh di sana? Aku tidak makan roti. Gandum tidak ada manfaatnya bagiku. Ladang gandung tidak punya arti apa-apa bagiku. Dan itu menyedihkan. Tapi rambutmu berwarna emas. Pikirkan betapa indah jadinya nanti jika kamu telah menjinakkan aku! Butir-butir gandum, yang juga berwarna keemasan, akan membuatku ingat kepadamu. Dan aku akan senang sekali mendengarkan suara angin yang meniup butir-butir gandum ..."
Lama, rubah itu menatap sang pangeran kecil.
"Tolong— jinakkan aku!" katanya.
Maka pangeran kecil menjinakkan rubah. Dan ketika waktu perpisahan mereka hampir tiba—
"Itu baik untukku," kata rubah, "karena warna ladang gandum itu."
"Pergi dan lihatlah lagi bunga-bunga mawar itu. Kamu akan mengerti sekarang bahwa bungamu adalah satu-satunya di seluruh dunia. Lalu kembalilah dan ucapkan selamat tinggal padaku, dan aku akan memberimu hadiah berupa sebuah rahasia."
Pangeran kecil pergi, untuk melihat kembali bunga-bunga mawarnya.
Dan mawar-mawar itu sangat malu.
Dan dia kembali untuk menemui rubah.
"Selamat tinggal," katanya.
"...tapi hanya dialah yang lebih penting daripada ratusan ribu mawar lain: sebab dialah yang kulindungi di balik tabir; karena demi dialah aku membunuh beberapa ulat (kecuali dua atau tiga di antara mereka yang kami selamatkan agar menjadi kupu-kupu)..."
"..karena dialah aku mau mendengarkan, ketika dia mengomel, atau membual, atau bahkan kadang-kadang ketika dia tidak bilang apa-apa. Karena dia adalah mawarku..."
"..waktu yang telah kamu habiskan untuk mawarmu itulah yang membuat mawarmu begitu penting.."
"...dan sekarang inilah rahasiaku, rahasia yang sangat sederhana: Hanya dengan hatilah orang bisa melihat dengan benar; hal apa yang terpenting itu tidak dapat dilihat dengan mata..."
"...kamu bertanggung jawab, selamanya, terhadap apa yang telah kamu jinakkan. Kamu bertanggung jawab terhadap mawarmu..."