Titik henti #4

Author: Rizka Sonnia Haliman /

Aku terdiam sendiri. Berjam-jam memandangi layar ponselku, tanpa ada satu pesan darimu yang datang. Dan inikah akhirnya...?


Ini selalu membuatku tertawa kecil. Melawan rasa yang menusuk di dada dan membuatku sejenak kehilangan nafas. Aku tahu ini bakal terjadi. Selalu tahu. Dan harusnya tetap ingat sampai beberapa menit tadi, tanpa harus membuat tanda tanya di belakang kalimat "inikah akhirnya".

Saat dimana isyarat "semua baik-baik saja" darimu adalah jawaban. Ya, isyarat yang berbeda. Semua baik-baik saja-mu berbeda dengan semua baik-baik saja milikku. Milikku yang berarti segala delusional kebersamaan kita, rasa sayang yang tetap di tempatnya meski tak lagi ada komitmen yang terbata terucap. Sementara milikmu adalah akhir dari segala rasa tanpa getaran.

Dan aku terhempas kembali di bumi realita, tersadar bahwa semuanya memang sudah tak ada. Pergi, hancur berpuing. Hanya tersisa tanah sepi di tempat seharusnya aku berada. Bukan dalam awang-awang cinta seperti dulu, membuai haru tersipu saat dawai gitar dan pita suaramu yang memanjakan seirama dengan detak jantungku ditambah kecupan sayang yang mendarat di pipi.


Ya. Semuanya disini sekarang. Aku sendiri. Tanpamu. Memang sudah seharusnya kan?

It occurred to me in the tranquility of last night
That gathering wilted petals won't make them alright
It never grew to a great size, though it was already dead to my eyes
Saying we finished a long time ago is too polite


Aku minta maaf karena aku terlalu sayang padamu....
Tidak ada yang salah dengan rasa sayang itu juga aku yang sayang padamu, jawabmu.


Dan jika kita masih bertahan dengan kondisi seperti ini, mungkin takkan ada masa depan. Terjebak dalam bayang semu, berusaha menahan laju waktu. Padahal seharusnya kita terus berjalan ke depan, dengan harapan Tuhan kan berbaik hati menaruh satu sama lain secara tiba-tiba dalam garis kehidupan untuk kembali saling mencintai lagi di masa mendatang. Juga memberi kesempatan untuk menimbuni hati yang terlanjur berlubang begitu dalam dengan rasa di keadaan yang baru. Denganmu atau sama sekali tanpamu.







Tapi aku tak mau menjadi teman. Jika memang ini akhirnya sebelum kembali bersua untuk bersama atau terpisah selamanya, berakhirlah. Biarkan waktu berjalan, tanpa harus lagi kita menoleh ke belakang.



Kucukupkan tentangmu malam ini. Dan tiada lagi lain hari.