Berdekatan, berjarak sebentang peluk. Tiada yang beda, termasuk getar di dada.
Lewat dua kopi hitam dalam genggaman, kita bertukar kabar
Melebur rindu yang bisu, dua hati lampaui beku waktu.
Surabaya, malam minggu.
Ntah seberapa lama aku tak melihat cahaya kota begitu gemerlap namun sendu, dari apartemenku lantai dua puluh tujuh
Atau kau yang buat semuanya jadi lebih terang?
Ah. Maaf bila aku terlalu banyak bersemu
Tapi hari ini, terlalu banyak kelegaan meluap-luap yang kulahap.
Selain kebanggaan aku masih mengingat komposisi kopi favoritmu, dua cangkir sedap robusta yang kita sesap
Serta ku masih bisa bertatap dan tak ada satupun cincin kawin yang tersemat.
Ternyata aku tidak tenggelam dalam delusi
Bahwa dua tahun lalu semua sudah terhenti.
Tapi bagaimana bila cinta yang ada, memang tak lekang masa?
Tak apa. Melihatmu bahagia di sana dan di sampingku sesaat saja, sudah lebih dari cukup.
Tapi kumohon biarkan kali ini saja kita berdua membelah malam. Tanpa dia. Tanpa sesiapa.
Meski nantinya, tak usah bersama.
*Daniel Sahuleka - Don't Sleep Away This Night*
Kau, Aku dan Rindu yang Bisu
Author: Rizka Sonnia Haliman / Labels: #DuetPuisiKeseimbangan itu berjudul... Kalian
Author: Rizka Sonnia Haliman /Aku menemukan kalian di antara reruntuhan hati serta keringnya hari-hari. Semacam oase penuh air di tengah gurun untuk mereka yang kehausan, seperti shelter untuk mereka yang butuh tempat tinggal.
Kebersamaan.
Semua terasa begitu tepat. Nyaman, seperti pulang ke rumah. Keseimbangan dari apa yang ada di hati dan pikiran.
Percayalah, aku tak punya waktu untuk bersedih saat bersama kalian.
Persahabatan, Petualangan, Cinta.
Dih, perasaan kayak taglinenya Ragnarok Online. Bodo ah.
Di sudut Jl. Pemuda
Acara Cangcor yang kedua!
Aku lupa kita ini di cafe apa namanya :))
Kumpul bareng makan nasi Boran di emperan Lamongan yang bikin ketagihan!
Yang aku ingat, saat bersama kita selalu tertawa. Tapi yang paling konyol adalah waktu kita bikin Harlem Shake (tonton di sini). Asli kocak! Pengalaman tak terlupakan menjadi bagian kekonyolan dunia. Dan...... Sukses! Cheers!
Ah, ya. Untuk kamu, my dearest one @nienkroem makasih banyak sudah mengenalkan aku pada mereka semua. Peluk, cium buatmu selalu.
"Tak perlu seseorang untuk meraja. Biar saja, kalian yang berdesakan di sini. Di hati."
Love you, guys!
Reunited
Author: Rizka Sonnia Haliman /
Segelas kopi Long Black, dua sachet gula serta satu
sachet brown sugar. Aku mengambil dua sachet gula berjaga-jaga
kopinya terlalu pahit atau takaran satu sachet itu tak sama dengan satu sendok
gula seperti di rumah.
“Wah brown sugar, enak nih!” respon pertama begitu aku
menaruh nampannya di depanmu.
Aku sudah tahu kau pasti suka.
Malam minggu di Surabaya. Ntah sudah berapa lama aku tak
melihat cahaya kota dari lantai dua McD Basuki Rahmad segemerlap ini. Atau kau
yang buat semuanya jadi lebih terang?
Hari ini, terlalu banyak kelegaan meluap-luap yang kulahap.
Selain kebanggaan aku masih mengingat komposisi kopi favoritmu, aku masih bisa
bertemu dan kau belum menikah.
Ternyata aku tidak tenggelam dalam delusi, bahwa dua tahun
lalu semua sudah berhenti. Tapi bagaimana bila cinta yang ada memang tak lekang
masa?
Tak apa. Melihatmu bahagia di sana dan di sampingku sesaat
saja, sudah lebih dari cukup.
Saat ini, tak usah bersama.
Surabaya, 23 Maret 2013
Diam, dan Menanti
Author: Rizka Sonnia Haliman /
Barusan saya disodori artikel #HalauGalau yang ditulis oleh
mbak Kika, salah satu penulis hebat yang kebetulan saya kenal.
Masalah soal jodoh. Sejujurnya untuk saat ini sebaiknya saya
menghindari membaca yang seperti itu dengan kondisi hati yang sedang
rapuh-rapuhnya.
Tapi, lagi-lagi nekat.
Sebenarnya membaca seperti ini tidak terlalu mengembangkan
pikiran, tapi memang itu sudah ada di dalam hati. Mengendap, menunggu
diidentifikasi.
Mr (Not So) Right. Mungkin memang begitu adanya di dunia
ini. Tak ada yang sempurna di dunia ini. Seperti kata penasehat saya kemarin,
Mr Purba bilang bahwa yang kamu mau tidak tersedia di bumi ini. Tapi kita yang
bentuk perlahan, dengan kasih sayang. Saling menyempurnakan.
Lupakan optimisme cinta. Itu hanya buat saya semakin sedih.
Ada yang pernah dengar lagu milik Dewi Lestari yang judulnya
Curhat Buat Sahabat? Isinya tentang lelahnya pencarian cinta. 5 tahun
dibutuhkan untuk menyerah mengharap pada yang salah. Akhirnya dia memilih untuk
diam, duduk di tempatnya menanti seorang yang biasa saja.
Dia ingat saat dia sakit flu kemarin, saking parahnya sampai tak bisa beranjak dari tempat tidur. Tak ada siapa-siapa, obat flu pun habis. Akhirnya harapannya hanya satu, ada orang yang membawakannya air hangat untuk membantunya minum obat. Yang sudi menggenggam tangannya, berkata bahwa dia tak sendirian. Akhirnya, hanya itu yang dia inginkan.
Sesederhana itu.
Dia ingat saat dia sakit flu kemarin, saking parahnya sampai tak bisa beranjak dari tempat tidur. Tak ada siapa-siapa, obat flu pun habis. Akhirnya harapannya hanya satu, ada orang yang membawakannya air hangat untuk membantunya minum obat. Yang sudi menggenggam tangannya, berkata bahwa dia tak sendirian. Akhirnya, hanya itu yang dia inginkan.
Sesederhana itu.
Setelah saya sakit tipes kemarin, mungkin harapan saya sama
seperti lagu itu. Nggak mau muluk-muluk. Tak usah orang yang mengantar saya ke
dokter, karena saya harus pergi ke dokter sendirian meski miris rasanya hati
ini. Tak apa lah, selama saya masih mampu.
Akhirnya yang saya harapkan hanya satu, seseorang yang sudi menanyakan apa saya tak apa-apa menyetir sendirian di tengah badai, di tengah tipes saya yang membuat saya tidak konsen dan lemas tudemeks juga kedinginan. Karena kota saya lagi sering diterpa badai akhir-akhir ini, sehingga menyetir dalam kota saja jarak pandang pun terbatas.
Akhirnya yang saya harapkan hanya satu, seseorang yang sudi menanyakan apa saya tak apa-apa menyetir sendirian di tengah badai, di tengah tipes saya yang membuat saya tidak konsen dan lemas tudemeks juga kedinginan. Karena kota saya lagi sering diterpa badai akhir-akhir ini, sehingga menyetir dalam kota saja jarak pandang pun terbatas.
Itu harapan saya. Sesederhana itu saja sih. Tapi berhubung
tipes saya sudah membaik, harapan saya sekedar jangan sampai tipes lagi. Jadi
tak perlu ada harapan tentang lelaki yang sudi menanyakan apa saya baik-baik
saja menyetir dalam badai. Cukup. Itu menyakitkan.
Rasanya semua sudah pernah saya rasakan.
Biarkan aku diam, duduk di tempatku menanti seorang yang biasa saja. Yang memang mencari teduhnya dalam mataku.
Subscribe to:
Posts (Atom)